Rabu, 01 Februari 2012

Kepemimpinan dan Kaderisasi dalam Pelayanan Siswa


I.     Pendahuluan
Kehadiran seorang pembimbing siswa, yaitu staf, TPS, ataupun PKK sangat diperlukan untuk menolong dan memperlengkapi siswa-siswa Kristen untuk berakar, bertumbuh dan berbuah dalam Kristus (Ef 4:11-12). Sedemikian rupa hal tersebut dikerjakan sampai siswa tersebut mampu menolong dan memperlengkapi generasi berikutnya. Inilah proses kepemimpinan dan kaderisasi yang harus terus terjadi dalam pelayanan siswa. Sebagaimana dikatakan Dr. Sendjaya bahwa fungsi pemimpin bukan menciptakan pengikut, tapi melahirkan para pemimpin baru yang bahkan lebih baik dari dirinya[1].

Uniknya, setiap pemimpin cenderung memimpin sebagaimana ia pernah dipimpin[2]. Sebab itu jika kita ingin menghasilkan pemimpin rohani yang lebih baik maka ada dua hal yang perlu dilakukan, yaitu terus mengembangkan kapasitas kepemimpinan diri kita sendiri sekaligus mengembangkan kapasitas kepemimpinan siswa yang kita layani.

II.  Kepemimpinan Rohani
II.1.  Gaya Kepemimpinan
Apakah gaya kepemimpinan yang tepat dalam konteks pelayanan siswa?

Banyak studi yang sudah dilakukan untuk melihat gaya kepemimpinan seseorang. Salah satunya yang terkenal adalah yang dikemukakan oleh Hersey-Blanchard, yang mengemukakan 4 gaya kepemimpinan dengan 4 situasi yang berbeda sebagai berikut[3]:
S 1. Telling
Kondisi :
·         Siswa/pengurus kurang memiliki skill yang dibutuhkan dan belum memiliki pengalaman, motivasi, atau tanggung jawab (baru dibina)
Yang dilakukan :
·         One way communication-keputusan diambil oleh pembimbing.
·         Pembimbing menjelaskan secara detil (what, how, why, when, and where) suatu tugas dikerjakan.
·         Siswa/pengurus menjadi pelaksana sesuai dengan aturan dan proses yang sudah dijelaskan.
S 2. Selling
Kondisi :
·         Siswa/pengurus telah lebih termotivasi untuk melakukan tugas, namun belum bisa dituntut tanggung jawab lebih


Yang dilakukan :
·         Two way communication-Pembimbing menjelaskan mengapa sebuah keputusan itu diambil, mendukung proses perkembangannya, dan juga menerima berbagai masukan dari siswa/pengurus.
·         Pemimbing perlu memberikan kesempatan kepada siswa/pengurus untuk mengerti tentang tugasnya dengan meluangkan waktu membangun hubungan dan komunikasi yang baik.
S 3. Participating
Kondisi :
·         Siswa/pengurus telah memahami peran dan tanggung jawab mereka namun masih kurang percaya diri dalam mengambil tanggung jawab.
·         Ada hubungan baik antara pembimbing dengan siswa.
Yang dilakukan :
·         Pembimbing membagi pengambilan keputusan dengan siswa/pengurusdan  memfasiliasi dan membantu upaya dalam melakukan tugas.
·         Pembimbing mengurangi pengerjaan tugas sambil terus memelihara hubungan yang lebih dalam dengan pengurus/siswa.
S 4. Delegating
Kondisi :
·         Siswa/pengurus telah berpengalaman dan sepenuhnya paham dan efisien dalam tugas mereka, juga telah berani mengambil tanggung jawab.
Yang dilakukan :
·         Pembimbing masih terlibat dalam pengambilan keputusan.
·         Seluruh wewenang dan tanggung jawab pelaksanaan tugas diberikan kepada siswa/pengurus.
·         Pembimbing memonitor perkembangan pelaksanaan tugas.

Keempat gaya ini tentu saja mempunyai kelemahan dan kelebihan. Sebab itu seorang pembimbing harus dapat menyesuaikan gaya kepemimpinannya berdasarkan dinamika organisasi/pelayanan  dan keadaan siswa/pengurus. Gaya kepemimpinan seperti inilah yang disebut sebagai ”situational leadership”.

Untuk dapat mengembangkan gaya kepemimpinan situasional ini, seseorang perlu memiliki tiga kemampuan khusus yakni :
·         Kemampuan analitis (analytical skills) yakni kemampuan untuk menilai tingkat pengalaman dan motivasi siswa/pengurus dalam melaksanakan tugas.
·         Kemampuan untuk fleksibel (flexibility atau adaptability skills) yaitu kemampuan untuk menerapkan gaya kepemimpinan yang paling tepat berdasarkan analisa terhadap situasi.
·         Kemampuan berkomunikasi (communication skills) yakni kemampuan untuk menjelaskan kepada siswa/pengurus tentang perubahan gaya kepemimpinan yang diterapkan.

Ketiga kemampuan di atas perlu dikembangkan oleh seorang pembimbing untuk dapat menjalankan perannya secara efektif.



II.2.  Karakteristik Kepemimpinan Rohani
Bob Jokiman membuat pernyataan sebagai berikut :
Saya berani mengatakan, sekalipun kita telah mempelajari berbagai teori kepemimpinan sekuler, kita tidak akan menjadi pemimpin yang efektif sebelum mempelajari prinsip-prinsip kepemimpinan dari Alkitab. Sebab Alkitab bukan hanya merupakan kisah tentang karya Allah yang luar biasa, melainkan juga kisah para pemimpin pilihan Allah[4].
Melalui kisah para nabi, imam, hakim, raja dan tokoh Perjanjian Lama sampai kisah Sang Pemimpin Agung yaitu Yesus Kristus dan rasul-rasulNya dalam era gereja mula-mula kita dapat menemukan gambaran utuh tentang bagaimana suatu kepemimpinan rohani dijalankan

Dari kehidupan tokoh-tokoh Alkitab tersebut Dr. Sen Sendjaya memberikan karakteristik kepemimpinan rohani sebagai berikut :

1.    Sukarela merendahkan diri :

      Meletakkan kepentingan dan minat orang di atas kepentingan diri secara nyata
      Menyatakan praktek care melalui tindakan nyata dan praktis
2.    Diri yang otentik :

      Rendah hati
      Secure/aman
      Konsistensi kata dan perbuatan
      Vulnerable/kelihatan kelemahannya
      Accountability/mempertanggungjawabkan
3.    Komunitas dan persekutuan :
      Saling menerima
      Kesetaraan
      Tersedia
      Saling bekerja sama
4.    Kualitas moral :
      Nalar moralnya baik (termasuk social responsibility insight)
      Tindakan moralnya baik
5.    Spiritualitas transenden :

      Kesadaran untuk panggilan luhur
      Kejelasan makna dan arah
      Kejelasan visi dan misi
      Menekankan nilai yang tidak cuma materialistik
6.    Pengaruh transformatif :
      Menolong orang untuk visinya
      Membuka kesempatan berbagai ekspresi dan kreatifitas serta talenta
      Peneladanan
      Memberdayakan
      Menjadi mentor

II.3.  Tantangan Kepemimpinan Rohani
Oswald Sanders dalam bukunya “Kepemimpinan Rohani” menyebutkan ada 9 bahaya internal dan eksternal bagi seorang pemimpin rohani.
1.    Kesombongan (ex : Hizkia)
2.    Mementingkan diri sendiri (ex : Simson)
3.    Iri hati (Ex : Saul)
4.    Kepopuleran (Ex : Salomo)
5.    Tidak bersalah (Ex : Ahab)
6.    Merasa sangat diperlukan (Ex : Harun & Maryam)
7.    Kegirangan dan kemurungan (Ex :  Elia)
8.    Nabi Allah atau pemimpin manusia (Ex : Mikha vs nabi-nabi Ahab)
9.    Penolakan (Ex : Yesus, Paulus)

Dalam proses pengembangan kepemimpinan, seorang pembimbing perlu terus mewaspadai kelemahan karakternya dan tantangan dari keadaan di luar dirinya untuk agar dapat menjadi seorang pemimpin rohani yang efektif.

III.    Strategi Pengembangan Kepemimpinan Rohani (Kaderisasi)
Proses pengembangan kepemimpinan rohani (kaderisasi) tidak sekedar berbicara mengenai bagaimana mempersiapkan seorang siswa untuk menjadi pengurus persekutuan, menjadi TPS, PKK atau bahkan staf. Tetapi lebih dari itu, kaderisasi adalah tentang bagaimana kita membangun hidup seorang siswa dalam seluruh aspek hidupnya agar bertumbuh ke arah keserupaan dengan Kristus melalui proses keteladanan dan warisan hidup dari pemimpinnya (Ef 4:11-15, 2 Tim 2:2). Dapat dikatakan bahwa keberhasilan seorang pemimpin rohani dapat diukur dari kualitas orang-orang yang dihasilkannya.

III.1.    Proses Kaderisasi
    1. Penjangkauan
·         Melakukan personal approach
·         Melakukan penginjilan pribadi
·         Melakukan follow up penginjilan

    1. Pembinaan dan Pelatihan
a.     Membangun kehidupan dasar
Pemuridan merupakan strategi yang paling efektif dan efisien dalam meletakkan dasar kehidupan Kristen dalam diri siswa. Pemuridan kepada setiap individu siswa secara personal harus menjadi core ministry, sementara persekutuan besar menjadi sub ministry. TPS harus dibina dalam kelompok kecil yang sehat dan membina kelompok kecil dengan sehat.

b.    Pengembangan kemampuan (directing, coaching, supporting, delegating)
Dilakukan dengan :
1.    Menolong siswa menemukan panggilan hidupnya
2.    Mengarahkan dan mengontrol kualitas studi formal
3.    Mengasah wawasan
4.    Training skill dan memberikan latihan nyata/pendelegasian (latihan kehidupan dan pelayanan)
5.    Penyediaan pembiayaan


    1. Pengutusan

a.     Menempatkan siswa/alumni siswa dalam pemenuhan kebutuhan
Unsur yang perlu dipertimbangkan : panggilan pribadi, kebutuhan ladang, karunia, ketrampilan, nasihat, keadaan khusus.

Proses penempatan : survey, melihat kesempatan, melihat pintu masuk (koneksi, jaringan, key person, dll), timing, iman

b.    Koordinasi dan jaringan baru
Pemuridan adalah proses seumur hidup. Pemurid dan murid ada dalam relasi kekal. Ketika seorang murid telah menjadi pemimpin dalam tempat yang Tuhan arahkan dan tetapkan maka bagian berikutnya bagi pemurid adalah membangun koordinasi dan jaringan.

Yang diperlukan dalam bagian ini adalah : tim pendukung, keuangan, link komunikasi

III.2.    Permasalahan yang timbul saat proses kaderisasi
1.    Faktor Pemimpin :
                                      i.    Orientasi penjangkauan bersifat massal bukan personal
                                     ii.    Orientasi pada program bukan kepada jiwa dan pertumbuhan
                                    iii.    Orientasi pada pembinaan kelompok besar
                                    iv.    Keterbatasan waktu pelayanan
                                     v.    Kapasitas skill kepemimpinan yang kurang

2.    Faktor Kader :
                                      i.    Kepastian keselamatan tidak jelas
                                     ii.    Tidak kokoh dalam hal-hal dasar
                                    iii.    Hambatan dari lingkungan sosial (keluarga, budaya, komunitas bergaul, teman hidup)
                                    iv.    Komitmen yang lemah pada visi dan panggilan
                                     v.    Bukan orang yang tepat sesuai kriteria.

IV.      Kesimpulan
Kita bisa menjadi pemimpin Kristen yang sangat menguasai teologi dan pandai mengajar dan berkhotbah. Kita juga bisa piawai dalam menyampaikan visi, membangun tim, memotivasi sesama, dan belasan ketrampilan lain. Bahkan kita bisa menjadi orang dengan otak yang hebat dan keahliannya tidak diragukan. Namun pada akhirnya yang akan kita wariskan pada orang-orang yang kita bina adalah hidup kita sendiri. Menjadi pertanyaan bagi kita adalah hidup seperti apa yang akan kita wariskan kepada generasi siswa di bawah kita? Beranikah kita berkata kepada adik siswa kita seperti Paulus berkata, “Tetapi engkau telah mengikuti ajaranku, cara hidupku, pendirianku, imanku, kesabaranku, kasihku dan ketekunanku”?  
Tuhan memberkati. J

Sumber :
1.    Gunawan Sri Haryono, “Strategic Planner”, KNM 2006.
2.    Eri Iwantoko, “Kaderisasi”, Pembinaan TPS Senior, 2006.


[1] Sendjaya, “Proses Pengembangan Kepemimpinan”, www.glorianet.org/index.php/sendjaya/1463-kepemmpinan. diakses tanggal 5 Juli 2011.
[2] Ibid
[3] en.m.wikipedia.org/wiki/Situasional_leadership_theory
[4] Bob jokiman, “Dasar-Dasar Alkitabiah Pengembangan Kepemimpinan”, Hal. 1

0 komentar:

Posting Komentar