I.
Pendahuluan
Kehadiran
seorang pembimbing siswa, yaitu staf, TPS, ataupun PKK sangat diperlukan untuk
menolong dan memperlengkapi siswa-siswa Kristen untuk berakar, bertumbuh dan
berbuah dalam Kristus (Ef 4:11-12). Sedemikian rupa hal tersebut dikerjakan
sampai siswa tersebut mampu menolong dan memperlengkapi generasi berikutnya.
Inilah proses kepemimpinan dan kaderisasi yang harus terus terjadi dalam
pelayanan siswa. Sebagaimana dikatakan Dr. Sendjaya bahwa fungsi pemimpin bukan
menciptakan pengikut, tapi melahirkan para pemimpin baru yang bahkan lebih baik
dari dirinya[1].
Uniknya,
setiap pemimpin cenderung memimpin sebagaimana ia pernah dipimpin[2].
Sebab itu jika kita ingin menghasilkan pemimpin rohani yang lebih baik maka ada
dua hal yang perlu dilakukan, yaitu terus mengembangkan kapasitas kepemimpinan
diri kita sendiri sekaligus mengembangkan kapasitas kepemimpinan siswa yang
kita layani.
II. Kepemimpinan Rohani
II.1. Gaya Kepemimpinan
Apakah gaya kepemimpinan yang tepat dalam konteks
pelayanan siswa?
Banyak studi yang
sudah dilakukan untuk melihat gaya kepemimpinan seseorang. Salah satunya yang
terkenal adalah yang dikemukakan oleh Hersey-Blanchard, yang mengemukakan 4
gaya kepemimpinan dengan 4 situasi yang berbeda sebagai berikut[3]:
S 1. Telling
Kondisi
:
·
Siswa/pengurus kurang memiliki skill yang
dibutuhkan dan belum memiliki pengalaman, motivasi, atau tanggung jawab (baru
dibina)
Yang dilakukan :
·
One way communication-keputusan diambil oleh
pembimbing.
·
Pembimbing menjelaskan secara detil (what,
how, why, when, and where) suatu tugas dikerjakan.
·
Siswa/pengurus menjadi pelaksana sesuai
dengan aturan dan proses yang sudah dijelaskan.
S 2. Selling
Kondisi
:
·
Siswa/pengurus telah lebih termotivasi untuk
melakukan tugas, namun belum bisa dituntut tanggung jawab lebih
Yang
dilakukan :
·
Two
way
communication-Pembimbing menjelaskan mengapa sebuah keputusan itu diambil,
mendukung proses perkembangannya, dan juga menerima berbagai masukan dari
siswa/pengurus.
·
Pemimbing perlu memberikan kesempatan kepada
siswa/pengurus untuk mengerti tentang tugasnya dengan meluangkan waktu
membangun hubungan dan komunikasi yang baik.
S 3. Participating
Kondisi :
·
Siswa/pengurus telah memahami peran dan
tanggung jawab mereka namun masih kurang percaya diri dalam mengambil tanggung
jawab.
·
Ada hubungan baik antara pembimbing dengan
siswa.
Yang dilakukan :
·
Pembimbing membagi pengambilan keputusan
dengan siswa/pengurusdan memfasiliasi
dan membantu upaya dalam melakukan tugas.
·
Pembimbing mengurangi pengerjaan tugas
sambil terus memelihara hubungan yang lebih dalam dengan pengurus/siswa.
S 4. Delegating
Kondisi :
·
Siswa/pengurus telah berpengalaman dan
sepenuhnya paham dan efisien dalam tugas mereka, juga telah berani mengambil
tanggung jawab.
Yang dilakukan :
·
Pembimbing masih terlibat dalam pengambilan
keputusan.
·
Seluruh wewenang dan tanggung jawab
pelaksanaan tugas diberikan kepada siswa/pengurus.
·
Pembimbing memonitor perkembangan
pelaksanaan tugas.
Keempat gaya ini
tentu saja mempunyai kelemahan dan kelebihan. Sebab itu seorang pembimbing
harus dapat menyesuaikan gaya kepemimpinannya berdasarkan dinamika organisasi/pelayanan
dan keadaan siswa/pengurus. Gaya
kepemimpinan seperti inilah yang disebut sebagai ”situational leadership”.
Untuk dapat
mengembangkan gaya kepemimpinan situasional ini, seseorang perlu memiliki tiga
kemampuan khusus yakni :
·
Kemampuan analitis (analytical skills) yakni kemampuan untuk menilai tingkat pengalaman
dan motivasi siswa/pengurus dalam melaksanakan tugas.
·
Kemampuan untuk fleksibel (flexibility atau adaptability skills) yaitu kemampuan untuk menerapkan gaya
kepemimpinan yang paling tepat berdasarkan analisa terhadap situasi.
·
Kemampuan berkomunikasi (communication skills) yakni kemampuan
untuk menjelaskan kepada siswa/pengurus tentang perubahan gaya kepemimpinan
yang diterapkan.
Ketiga kemampuan di
atas perlu dikembangkan oleh seorang pembimbing untuk dapat menjalankan
perannya secara efektif.
II.2. Karakteristik Kepemimpinan Rohani
Bob Jokiman membuat
pernyataan sebagai berikut :
Saya berani mengatakan,
sekalipun kita telah mempelajari berbagai teori kepemimpinan sekuler, kita
tidak akan menjadi pemimpin yang efektif sebelum mempelajari prinsip-prinsip
kepemimpinan dari Alkitab. Sebab Alkitab bukan hanya merupakan kisah tentang
karya Allah yang luar biasa, melainkan juga kisah para pemimpin pilihan Allah[4].
Melalui kisah para nabi,
imam, hakim, raja dan tokoh Perjanjian Lama sampai kisah Sang Pemimpin Agung
yaitu Yesus Kristus dan rasul-rasulNya dalam era gereja mula-mula kita dapat
menemukan gambaran utuh tentang bagaimana suatu kepemimpinan rohani dijalankan
Dari kehidupan
tokoh-tokoh Alkitab tersebut Dr.
Sen Sendjaya
memberikan karakteristik kepemimpinan rohani sebagai berikut :
1. Sukarela
merendahkan diri :
|
•
Meletakkan kepentingan dan minat
orang di atas kepentingan diri secara nyata
•
Menyatakan praktek care melalui tindakan nyata dan
praktis
|
2.
Diri yang otentik :
|
•
Rendah hati
•
Secure/aman
•
Konsistensi kata dan perbuatan
•
Vulnerable/kelihatan kelemahannya
•
Accountability/mempertanggungjawabkan
|
3. Komunitas
dan persekutuan :
|
•
Saling menerima
•
Kesetaraan
•
Tersedia
•
Saling bekerja sama
|
4.
Kualitas moral :
|
•
Nalar moralnya
baik (termasuk social responsibility insight)
•
Tindakan moralnya baik
|
5.
Spiritualitas transenden :
|
•
Kesadaran untuk panggilan luhur
•
Kejelasan makna dan arah
•
Kejelasan visi dan misi
• Menekankan
nilai yang tidak cuma materialistik
|
6.
Pengaruh transformatif :
|
•
Menolong orang untuk visinya
•
Membuka kesempatan berbagai ekspresi
dan kreatifitas serta talenta
•
Peneladanan
•
Memberdayakan
•
Menjadi mentor
|
II.3. Tantangan Kepemimpinan Rohani
Oswald
Sanders dalam bukunya “Kepemimpinan Rohani” menyebutkan ada 9 bahaya internal
dan eksternal bagi seorang pemimpin rohani.
1. Kesombongan
(ex : Hizkia)
2. Mementingkan
diri sendiri (ex : Simson)
3. Iri
hati (Ex : Saul)
4. Kepopuleran (Ex : Salomo)
5. Tidak
bersalah (Ex : Ahab)
6. Merasa
sangat diperlukan (Ex : Harun &
Maryam)
7. Kegirangan
dan kemurungan (Ex : Elia)
8. Nabi
Allah atau pemimpin manusia (Ex :
Mikha vs nabi-nabi Ahab)
9. Penolakan
(Ex : Yesus, Paulus)
Dalam
proses pengembangan kepemimpinan, seorang pembimbing perlu terus mewaspadai
kelemahan karakternya dan tantangan dari keadaan di luar dirinya untuk agar
dapat menjadi seorang
pemimpin rohani yang efektif.
III.
Strategi
Pengembangan Kepemimpinan Rohani (Kaderisasi)
Proses
pengembangan kepemimpinan rohani (kaderisasi) tidak sekedar berbicara mengenai
bagaimana mempersiapkan seorang siswa untuk menjadi pengurus persekutuan,
menjadi TPS, PKK atau bahkan staf. Tetapi lebih dari itu, kaderisasi adalah
tentang bagaimana kita membangun hidup seorang siswa dalam seluruh aspek
hidupnya agar bertumbuh ke arah keserupaan dengan Kristus melalui proses
keteladanan dan warisan hidup dari pemimpinnya (Ef 4:11-15, 2 Tim 2:2). Dapat dikatakan bahwa keberhasilan seorang pemimpin
rohani dapat diukur dari kualitas orang-orang yang dihasilkannya.
III.1. Proses Kaderisasi

- Penjangkauan
·
Melakukan personal approach
·
Melakukan penginjilan pribadi
·
Melakukan follow up penginjilan
- Pembinaan dan Pelatihan
a. Membangun
kehidupan dasar
Pemuridan
merupakan strategi yang paling efektif dan efisien dalam meletakkan dasar
kehidupan Kristen dalam diri siswa. Pemuridan kepada setiap individu siswa
secara personal harus menjadi core
ministry, sementara persekutuan besar menjadi sub ministry. TPS harus dibina dalam kelompok kecil yang sehat dan
membina kelompok kecil dengan sehat.
b. Pengembangan
kemampuan (directing, coaching, supporting, delegating)
Dilakukan
dengan :
1. Menolong
siswa menemukan panggilan hidupnya
2. Mengarahkan
dan mengontrol kualitas studi formal
3. Mengasah
wawasan
4. Training
skill dan memberikan latihan nyata/pendelegasian (latihan kehidupan dan
pelayanan)
5. Penyediaan
pembiayaan
- Pengutusan
a. Menempatkan
siswa/alumni siswa dalam pemenuhan kebutuhan
Unsur
yang perlu dipertimbangkan : panggilan pribadi, kebutuhan ladang, karunia, ketrampilan,
nasihat, keadaan khusus.
Proses
penempatan : survey, melihat kesempatan, melihat pintu masuk (koneksi,
jaringan, key person, dll), timing, iman
b. Koordinasi
dan jaringan baru
Pemuridan
adalah proses seumur hidup. Pemurid dan murid ada dalam relasi kekal. Ketika
seorang murid telah menjadi pemimpin dalam tempat yang Tuhan arahkan dan
tetapkan maka bagian berikutnya bagi pemurid adalah membangun koordinasi dan
jaringan.
Yang
diperlukan dalam bagian ini adalah : tim pendukung, keuangan, link komunikasi
III.2.
Permasalahan
yang timbul saat proses kaderisasi
1. Faktor
Pemimpin :
i. Orientasi
penjangkauan bersifat massal bukan personal
ii. Orientasi
pada program bukan kepada jiwa dan pertumbuhan
iii. Orientasi
pada pembinaan kelompok besar
iv. Keterbatasan
waktu pelayanan
v. Kapasitas
skill kepemimpinan yang kurang
2. Faktor
Kader :
i. Kepastian
keselamatan tidak jelas
ii. Tidak
kokoh dalam hal-hal dasar
iii. Hambatan
dari lingkungan sosial (keluarga, budaya, komunitas bergaul, teman hidup)
iv. Komitmen
yang lemah pada visi dan panggilan
v. Bukan orang yang tepat sesuai kriteria.
IV.
Kesimpulan
Kita
bisa menjadi pemimpin Kristen yang sangat menguasai teologi dan pandai mengajar
dan berkhotbah. Kita juga bisa piawai dalam menyampaikan visi, membangun tim,
memotivasi sesama, dan belasan ketrampilan lain. Bahkan kita bisa menjadi orang
dengan otak yang hebat dan keahliannya tidak diragukan. Namun pada
akhirnya yang akan kita wariskan pada orang-orang yang kita bina adalah hidup kita
sendiri. Menjadi pertanyaan bagi kita adalah hidup seperti apa yang akan kita
wariskan kepada generasi siswa di bawah kita? Beranikah kita berkata kepada
adik siswa kita seperti Paulus berkata, “Tetapi engkau telah mengikuti ajaranku, cara hidupku, pendirianku, imanku,
kesabaranku, kasihku dan ketekunanku”?
Tuhan
memberkati. J
Sumber :
1. Gunawan Sri Haryono, “Strategic Planner”, KNM 2006.
2. Eri Iwantoko, “Kaderisasi”, Pembinaan TPS Senior, 2006.
[1]
Sendjaya, “Proses Pengembangan Kepemimpinan”, www.glorianet.org/index.php/sendjaya/1463-kepemmpinan.
diakses tanggal 5 Juli 2011.
[2] Ibid
[3] en.m.wikipedia.org/wiki/Situasional_leadership_theory
[4] Bob
jokiman, “Dasar-Dasar Alkitabiah Pengembangan Kepemimpinan”, Hal. 1
0 komentar:
Posting Komentar